Sepertimu malam itu, kata-kata selalu liar. Lisan kita percaya. Mata kita percaya. Dan kita menggeledah ketenangan dalam huru hara, dalam secebis cahaya.
Seperti tak cukup dengan liar yang ada, malam dingin itu kau bicarakan lagi tentang mimpi. Tak, bukan tentang kita. Mimpi tentang itu telah lama berlaku. Kali ini kau tanyakan tentang mimpi-mimpi manusia-manusia yang tersingkir dari dunia. Tersingkir dari diri sendiri. Kedua atau salah satunya.
Kau tanyakan, mana antara mimpi-mimpi itu dapat kita ambil jadikan anak angkat dan bela sampai dewasa? Ah, sudah. Ini boleh jadi sumbangan kita untuk dunia, kan?, kau lanjutkan, seolah menafsir diam aku sebagai tidak faham.
Tapi kau tahu, kau lama tahu, aku tak bakal memberi jawapan. Tapi barangkali, malam itu aku liar juga. Malam liar kita. Dalam samar-samar, kau membaca bayang-bayang dari kata-kata itu,
"Antara kita ada puisi yang ditangguhkan. Ada puisi yang takkan siap. Puisi juga hadir dari mimpi. Kau bukan mimpi. Kau bukan puisi. Tapi, kau tahu, aku senang dengan kau. Mungkin ini masanya, kita memilih satu mimpi."
Sepertimu malam itu, di tanganku kata-kata selalu liar.
___________
Trimas Fadh.
Dah lama tak gila gini.
Ok, tipu. Selalu.
Tapi selalu diam-diam.
Sengeh.
No comments:
Post a Comment